Senin, 05 November 2007

Pembangunan mall dan rakyat kecil

PEMBANGUNAN MALL DAN RAKYAT KECIL
(Opini terhadap pembangunan mall di Bogor)
Oleh : Hasbulloh

Sungguh sangat menarik pernyataan dari Dr. Adi Sasono yang berbunyi “pembangunan artinya penggusuran orang kecil” ini penulis catat dari pernyataan beliau pada saat mengikuti Seminar Nasional UMKMK 2006 di Univ. Nusa Bangsa Bogor. Memang kalau kita mengamati secara seksama pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan pihak pengembang dari sekian permasalahannya pasti selalu bersinggungan dengan rakyat kecil, baik sebagai pedagan tradisional, pemilik lahan maupun para penghuni yang dengan seenaknya mereka gusur.
Dalam hal ini penulis menyoroti arah kebijakan pembangunan di Bogor, terutama pembanguan mall dan pusat perbelanjaan yang smemakin marak. Setelah sekian tahun penulis tinggal di Bogor, ternyata telah banyak sekali perubahan yang dianggap sebagai pembangunan padahal merupakan penggusuran rakyat kecil.

Perkembangan Pembangunan Mall
Pada beberapa dekade terakhir, Bogor mengalami pertumbuhan yang pesat, selain menjadi penyangga Ibu Kota, secara historis Bogor telah menjadi menjadi tujuan wisata yang sejuk, nyaman dan indah dibandingkan dengan kota-kota lainnya itu karena adanya Kebun Raya Bogor, kawasan wisata puncak, Taman Safari Indonesia, dll. Selain tempat rekreasi, juga merupakan sentra penelitian bagi para ilmuwan lokal maupun manca Negara, terlihat dengan adanay pusat-pusat penelitian dan museum. Perkembangan akhir ini, dibangunnya pusat perdagangan dan perbelanjaan yang berkonsep mall atau plaza bahkan hypermarket. Hal ini terlihat dengan dibangunnya beberapa mall yang berskala besar sepanjang jalan protokol seperti, Ekaloka sari, Bogor Trade Mall (BTM) dan dalam tahap penyelesaian yaitu Bogor City Ceneter (BCC) dll.. Dari berbagai permasalahan pembangunan mall, tentu ada beberapa hal menarik yang memerlukan perhatian, setidaknya menjadi perhatian penulis. Pembangunan Bogor Trade Mall mislanya, yang sebelumnya merupakan sentra pasar tradisional dan pusat pencaharian masyarakat asli Bogor, ternyata para pedagang dengan serta merta dipindahkan ke tempat pinggiran yang belum tentu orang mau untuk berbelanja ke tempat itu karena tempatnya yang kurang strategis. Kemudian Pembangunan Bogor City Cenetr (BCC) mungkin visinya menjadi mall terdepan di Kota Bogor, karena memang letak yang paling depan dan dekat dengan terminal Baranang Siang dan Kebun Raya Bogor. Padahal pembangunan dan perluasan BCC ini melanggar Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Bogor, karena di dalam RTRW bahwa area yang dipakai perluasan BCC itu diperuntukkan sebagai sarana pendidikan dan bukan sebagai sarana bisnis.
Banyaknya pusat perbelanjaan memberikan alternatif yang lebih banyak bagi masyarakat dalam berbelanja ataupun berdagang. Namun, berbagai persoalan pun kemudian muncul. Apakah dengan dibangunnya mall memberikan kesempatan kepada pedagang lokal ataupun masyarakat pribumi yang notabene rakyat kecil untuk mendapatkan lahan berdagang yang lebih baik? Apakah benar kemacetan selalu diidentikkan dengan ketidakdisiplinan sopir angkot? Apakah perkembangan pusta-pusat perbelanjaan tersebut konsisten dengan daya dukung kota dan daya beli masyarakat bogor?

Akibatnya Pada Pasar Tradisional.
Banyaknya pembangunan mall perlu diimbangi dengan perlindungan pemerintah kepada para pedagang pasar tradisional. Sebab, pedagang kecil semakin terancam oleh mall, karena mereka (mall) menawarkan barang kebutuhan dengan cara ritel dengan harga murah juga lengkap dengan banyak varian. Selain itu, suasana nyaman dan bersih tentu saja menggeser minat orang terhadap pasar tradisional yang becek (wet market) dan pengap. Oleh karena itu, perlu penguatan dan perlindungan terhadap aktivitas niaga perdagangan kecil pasar tradisional
Pengusaha-pengusaha kecil termasuk home industry harus berpontang-panting bersaing dengan produk luar negeri yang banyak dijajakan di mall. Lama kelamaan, usaha ini akan kembang kempis dan akan hancur. Rakyat kecil (PKL, pedagang asongan, pengamen, dll) akan mulai tersingkirkan.
Selain permasalahan mata pencaharian tersebut, dari segi budaya, dengan adanya pengembangan mall dan tergusurnya pasar tradisional, maka terkikisnya budaya lokal yaitu hubungan sosial berupa relasi antar manusia ; antar penjual dan pembeli. Hubungan sperti ini tidak terjadi di mall, yang terjadi hanyalah hubungan yang sifatnya ekonomis dan komersil sehingga melahirkan relasi manusia yang anonym.
Bertambahnya titik Kemacetan
Sudah menjadi “slogan” bahwa kota Bogor adalah kota termacet dan kota sejuta angkot, tentunya kaitannya dengan pembangunan mall, maka tempat-tempat pemberhentian angkot akan semakin bertambah.
Kemacetan jangan selalu diidentikkan dengan ketidakdisiplinan sopir angkot, sebenarnya titik-titik pemberhentian yang terlalu banyak tanpa dipertimbangkan jaraknya dengan adanya pembangunan mall, maka ini akan menambah intensitas kemacetan. Contohnya depan mall ekalokasari (sukasari), sentra tas (tajur), Pasar Bogor yang berdekatan dengan pintu masuk utama kebun raya, BTM yang berdekatan dengan transit angkot, BCC yang belum rampung hanya berjarak beberapa meter dengan terminal baranang siang dan pintu masuk Kebun Raya.
Pembenahan masalah transportasi sangat berkaitan erat dengan kenyamanan masyarakat, baik para pengunjung mall maupun pengguna jalan secara umum.

Berkurangnya Fasilitas Publik.
Aapabila pembangunan itu dilakukan pada fasilitas yang biasanya dipakai untuk publik, maka tentunya akan mengurangi keberadaan fasilitas publik yang sudah bertahun-rahun dipergunakan. Dan ini jangan sampai hanya didasarkan pada permasalahan bisnis semata.
Banyak mall yang didirikan di lahan hijau ataupun fasilitas publik yang hijau bahkan yang seharusnya diperuntukkan sebagai wilayah atau saran pendidikan dirubah menjadi mall. Sehingga melahirkan dampak ekologis dan sosiologis bahkan tidak ramah lingkungan terlebih lagi seharusnya ada konversi lahan hijau untuk mengganti lahan yang digunakan sebagai bangunan mall.

Perbandingan Dengan Daya Beli Masyarakat.
Kalau pembangunan mall dan pusat-pusat perbelanjaan dibangun hanya atas dasar bisnis dan kepentingan ekonomi sesaat tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat setempat, tentunya ini sudah secara tidak langsung meminggirkan masyarakat setempat Karen tidak mampu membeli barang-barang yang dijajakan oleh mall yang notabene harganya tinggi dan tidak terjangkau oleh masayarakat setempat.

Kebijakan dan Kontrol Yang Tidak Ketat.
Dari permasalahan di atas, sebenarnya ada titik sentral yang memang secara langsung bertanggungjawab atas permasalahan tersebut yaitu pemerintah Daerah, karena pemkot memiliki peran dan kewenangan dalam memberikan perizinan, oleh karena itu pemkot harus melakukan suatu tindakan yang bisa menimbulkan sinergi untuk perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Jangan sampai menjamurnya mall-mall hanya sekedar menjadi monument tanpa sejarah. bahkan monument yang bersejarah pun tak diurus dan terbengkalai.
Dalam pembangunan kota harus dibuat suatu tata aturan yang paten untuk jangka waktu lama dan hal tersebut harus benar-benar ditaati oleh para pemegang kebijakan di pemkot, jangan hanya karena tawaran finansial yang kesejahteraannya belum tentu dinikmati oleh masyarakat setempat dengan serta merta diambil sebagai sebuah proyek pembangunan. Secara tidak langsung, pemerintah menekan terhadap system ekonomi kerakyatan. Dan mengembangkan kapitalisasi pada perekonomian rakyat.
Selain pemerintah daerah yang seakan tidak konsisten menjalankan konsep tata kota yang telah digariskan sebelumnya, kurangnya kontrol dari para wakil rakyat yang seharusnya membela kepentingan rakyat seharusnya menjadi sorotan. Dari berbagai permasalah pembangunan yang keluar dari jalur Rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) terlihat dibiarkan.
Perlu diingat bahwa ukuran kemajuan suatu kota tidak bisa diukur hanya melalui banyaknya bangunan fisik. Kemajuan suatu kota ditentukan oleh masyarakatnya yang berpola fakir mapan, egaliter dan madani, makanya rasio pembangunan fisik harus selaras dengan ruang hijau terbuka yang sangat dibutuhkan masyarakat. Tidak perlu terlalu banyak mall dan pusat perbelanjaan kalau memang akhirnya menimbulkan berbagai macam permasalahan jangka panjang. Jangan sampai manusia-manusia pembangunan sekarang tergila-gila dengan bangunan-bangunan mewah, mulai dari mall, pusat perbelanjaan ataupun lainnya.

Pembangunan mall dan rakyat kecil

PEMBANGUNAN MALL DAN RAKYAT KECIL
(Opini terhadap pembangunan mall di Bogor)
Oleh : Hasbulloh

Sungguh sangat menarik pernyataan dari Dr. Adi Sasono yang berbunyi “pembangunan artinya penggusuran orang kecil” ini penulis catat dari pernyataan beliau pada saat mengikuti Seminar Nasional UMKMK 2006 di Univ. Nusa Bangsa Bogor. Memang kalau kita mengamati secara seksama pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan pihak pengembang dari sekian permasalahannya pasti selalu bersinggungan dengan rakyat kecil, baik sebagai pedagan tradisional, pemilik lahan maupun para penghuni yang dengan seenaknya mereka gusur.
Dalam hal ini penulis menyoroti arah kebijakan pembangunan di Bogor, terutama pembanguan mall dan pusat perbelanjaan yang smemakin marak. Setelah sekian tahun penulis tinggal di Bogor, ternyata telah banyak sekali perubahan yang dianggap sebagai pembangunan padahal merupakan penggusuran rakyat kecil.

Perkembangan Pembangunan Mall
Pada beberapa dekade terakhir, Bogor mengalami pertumbuhan yang pesat, selain menjadi penyangga Ibu Kota, secara historis Bogor telah menjadi menjadi tujuan wisata yang sejuk, nyaman dan indah dibandingkan dengan kota-kota lainnya itu karena adanya Kebun Raya Bogor, kawasan wisata puncak, Taman Safari Indonesia, dll. Selain tempat rekreasi, juga merupakan sentra penelitian bagi para ilmuwan lokal maupun manca Negara, terlihat dengan adanay pusat-pusat penelitian dan museum. Perkembangan akhir ini, dibangunnya pusat perdagangan dan perbelanjaan yang berkonsep mall atau plaza bahkan hypermarket. Hal ini terlihat dengan dibangunnya beberapa mall yang berskala besar sepanjang jalan protokol seperti, Ekaloka sari, Bogor Trade Mall (BTM) dan dalam tahap penyelesaian yaitu Bogor City Ceneter (BCC) dll.. Dari berbagai permasalahan pembangunan mall, tentu ada beberapa hal menarik yang memerlukan perhatian, setidaknya menjadi perhatian penulis. Pembangunan Bogor Trade Mall mislanya, yang sebelumnya merupakan sentra pasar tradisional dan pusat pencaharian masyarakat asli Bogor, ternyata para pedagang dengan serta merta dipindahkan ke tempat pinggiran yang belum tentu orang mau untuk berbelanja ke tempat itu karena tempatnya yang kurang strategis. Kemudian Pembangunan Bogor City Cenetr (BCC) mungkin visinya menjadi mall terdepan di Kota Bogor, karena memang letak yang paling depan dan dekat dengan terminal Baranang Siang dan Kebun Raya Bogor. Padahal pembangunan dan perluasan BCC ini melanggar Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Bogor, karena di dalam RTRW bahwa area yang dipakai perluasan BCC itu diperuntukkan sebagai sarana pendidikan dan bukan sebagai sarana bisnis.
Banyaknya pusat perbelanjaan memberikan alternatif yang lebih banyak bagi masyarakat dalam berbelanja ataupun berdagang. Namun, berbagai persoalan pun kemudian muncul. Apakah dengan dibangunnya mall memberikan kesempatan kepada pedagang lokal ataupun masyarakat pribumi yang notabene rakyat kecil untuk mendapatkan lahan berdagang yang lebih baik? Apakah benar kemacetan selalu diidentikkan dengan ketidakdisiplinan sopir angkot? Apakah perkembangan pusta-pusat perbelanjaan tersebut konsisten dengan daya dukung kota dan daya beli masyarakat bogor?

Akibatnya Pada Pasar Tradisional.
Banyaknya pembangunan mall perlu diimbangi dengan perlindungan pemerintah kepada para pedagang pasar tradisional. Sebab, pedagang kecil semakin terancam oleh mall, karena mereka (mall) menawarkan barang kebutuhan dengan cara ritel dengan harga murah juga lengkap dengan banyak varian. Selain itu, suasana nyaman dan bersih tentu saja menggeser minat orang terhadap pasar tradisional yang becek (wet market) dan pengap. Oleh karena itu, perlu penguatan dan perlindungan terhadap aktivitas niaga perdagangan kecil pasar tradisional
Pengusaha-pengusaha kecil termasuk home industry harus berpontang-panting bersaing dengan produk luar negeri yang banyak dijajakan di mall. Lama kelamaan, usaha ini akan kembang kempis dan akan hancur. Rakyat kecil (PKL, pedagang asongan, pengamen, dll) akan mulai tersingkirkan.
Selain permasalahan mata pencaharian tersebut, dari segi budaya, dengan adanya pengembangan mall dan tergusurnya pasar tradisional, maka terkikisnya budaya lokal yaitu hubungan sosial berupa relasi antar manusia ; antar penjual dan pembeli. Hubungan sperti ini tidak terjadi di mall, yang terjadi hanyalah hubungan yang sifatnya ekonomis dan komersil sehingga melahirkan relasi manusia yang anonym.
Bertambahnya titik Kemacetan
Sudah menjadi “slogan” bahwa kota Bogor adalah kota termacet dan kota sejuta angkot, tentunya kaitannya dengan pembangunan mall, maka tempat-tempat pemberhentian angkot akan semakin bertambah.
Kemacetan jangan selalu diidentikkan dengan ketidakdisiplinan sopir angkot, sebenarnya titik-titik pemberhentian yang terlalu banyak tanpa dipertimbangkan jaraknya dengan adanya pembangunan mall, maka ini akan menambah intensitas kemacetan. Contohnya depan mall ekalokasari (sukasari), sentra tas (tajur), Pasar Bogor yang berdekatan dengan pintu masuk utama kebun raya, BTM yang berdekatan dengan transit angkot, BCC yang belum rampung hanya berjarak beberapa meter dengan terminal baranang siang dan pintu masuk Kebun Raya.
Pembenahan masalah transportasi sangat berkaitan erat dengan kenyamanan masyarakat, baik para pengunjung mall maupun pengguna jalan secara umum.

Berkurangnya Fasilitas Publik.
Aapabila pembangunan itu dilakukan pada fasilitas yang biasanya dipakai untuk publik, maka tentunya akan mengurangi keberadaan fasilitas publik yang sudah bertahun-rahun dipergunakan. Dan ini jangan sampai hanya didasarkan pada permasalahan bisnis semata.
Banyak mall yang didirikan di lahan hijau ataupun fasilitas publik yang hijau bahkan yang seharusnya diperuntukkan sebagai wilayah atau saran pendidikan dirubah menjadi mall. Sehingga melahirkan dampak ekologis dan sosiologis bahkan tidak ramah lingkungan terlebih lagi seharusnya ada konversi lahan hijau untuk mengganti lahan yang digunakan sebagai bangunan mall.

Perbandingan Dengan Daya Beli Masyarakat.
Kalau pembangunan mall dan pusat-pusat perbelanjaan dibangun hanya atas dasar bisnis dan kepentingan ekonomi sesaat tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat setempat, tentunya ini sudah secara tidak langsung meminggirkan masyarakat setempat Karen tidak mampu membeli barang-barang yang dijajakan oleh mall yang notabene harganya tinggi dan tidak terjangkau oleh masayarakat setempat.

Kebijakan dan Kontrol Yang Tidak Ketat.
Dari permasalahan di atas, sebenarnya ada titik sentral yang memang secara langsung bertanggungjawab atas permasalahan tersebut yaitu pemerintah Daerah, karena pemkot memiliki peran dan kewenangan dalam memberikan perizinan, oleh karena itu pemkot harus melakukan suatu tindakan yang bisa menimbulkan sinergi untuk perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Jangan sampai menjamurnya mall-mall hanya sekedar menjadi monument tanpa sejarah. bahkan monument yang bersejarah pun tak diurus dan terbengkalai.
Dalam pembangunan kota harus dibuat suatu tata aturan yang paten untuk jangka waktu lama dan hal tersebut harus benar-benar ditaati oleh para pemegang kebijakan di pemkot, jangan hanya karena tawaran finansial yang kesejahteraannya belum tentu dinikmati oleh masyarakat setempat dengan serta merta diambil sebagai sebuah proyek pembangunan. Secara tidak langsung, pemerintah menekan terhadap system ekonomi kerakyatan. Dan mengembangkan kapitalisasi pada perekonomian rakyat.
Selain pemerintah daerah yang seakan tidak konsisten menjalankan konsep tata kota yang telah digariskan sebelumnya, kurangnya kontrol dari para wakil rakyat yang seharusnya membela kepentingan rakyat seharusnya menjadi sorotan. Dari berbagai permasalah pembangunan yang keluar dari jalur Rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) terlihat dibiarkan.
Perlu diingat bahwa ukuran kemajuan suatu kota tidak bisa diukur hanya melalui banyaknya bangunan fisik. Kemajuan suatu kota ditentukan oleh masyarakatnya yang berpola fakir mapan, egaliter dan madani, makanya rasio pembangunan fisik harus selaras dengan ruang hijau terbuka yang sangat dibutuhkan masyarakat. Tidak perlu terlalu banyak mall dan pusat perbelanjaan kalau memang akhirnya menimbulkan berbagai macam permasalahan jangka panjang. Jangan sampai manusia-manusia pembangunan sekarang tergila-gila dengan bangunan-bangunan mewah, mulai dari mall, pusat perbelanjaan ataupun lainnya.

Kamis, 01 November 2007

Dinamika Organisasi

DINAMIKA ORGANISASI

Oleh : Hasbulloh )*

PENDAHULUAN

Organisasi berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat. Pengertian organisasi telah banyak disampaikan para ahli, tetapi pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsip, dan sebagai bahan perbandingan akan disampaikan beberapa pendapat sebagai berikut :

a. Chester I. Barnard (1938) dalam bukunya “The Executive Functions” mengemukakan bahwa : “ Organisasi adalah system kerjasama antara dua orang atau lebih” (I define organization as a system of cooperatives of two more persons)

b. James D. Mooney mengatakan bahwa : “Organization is the form of every human association for the attainment of common purpose” (Organisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan bersama)

c. Menurut Dimock, organisasi adalah : “Organization is the systematic bringing together of interdependent part to form a unified whole through which authority, coordination and control may be exercised to achive a given purpose” (organisasi adalah perpaduan secara sistematis daripada bagian-bagian yang saling ketergantungan/berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan).

Dari beberapa pengertian organisasi di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap organisasi harus memiliki tiga unsur dasar, yaitu :

a. Orang-orang (sekumpulan orang),

b. Kerjasama,

c. Tujuan yang ingin dicapai,

Dengan demikian organisasi merupakan sarana untuk melakukan kerjasama antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama, dengan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki.

Di dalam sebuah organisasi tentu akan terjadi suatu dinamika dimana menuntut perhatian pengurus dan anggotanya.

Dinamika organisasi yang harus dikelola secara cerdas dan konstruktif ialah terletak pada konflik yang sering timbul di suatu organisasi, karena dalam kenyataannya konflik tidak selamanya bersifat destruktif akan tetapi akan mampu meningkatkan produktifitas suatu organisasi apabila dapat di atasi dan dikelola dengan baik.

Pada kenyataanya ada hal-hal yang dapat mempengaruhi pergerakan atau proses berjalannya suatu organisasi. Empat alasan utama untuk adanya dinamika organisasi :

a. Adanya pekerjaan memerlukan pengorganisasian

b. Hasil-hasil yang tak terpisahkan dari personal

c. Pertimbangan ekonomis, pertumbuhan dan ketegangan

d. Perubahan teknologi

PENGERTIAN KONFLIK

Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah-masalah komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi. Karakteristik-karakteristik kepribadian tertentu, seperti otoriter atau dogmatis juga dapat menimbulkan konflik.

Arti konflik banyak dikacaukan dengan banyaknya definisi dan konsepsi yang saling berbeda. Pada hakekatnya konfilk dapat didefinisikan sebagai segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak.

Konflik Organisasi (organizational conflict) adalah ketidaksesuaian anatar dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya- sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai dan persepsi.


JENIS-JENIS KONFLIK

Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :

1. Konflik dalam diri individu

2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama

3. Konflik antar individu dan kelompok

4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama

5. Konflik antar organisasi

SEBAB-SEBAB TIMBULNYA KONFLIK.

Setelah mengapa ada konflik, biasanya ada sumber-sumber yang menjadikan konflik tersebut muncul, secara umum biasanya terjadi karena tersebut dibawah ini:


1. Adanya aspirasi yang tidak ditampung.

2. Saling ketergantungan tugas.

3. Ketergantungan satu arah.

4. Ketidakpuasan, perasaan ketidakadilan.

5. Distorsi komunikasi.

6. Tidak ada pedoman.

7. Aturan yang kurang jelas.

8. Kurang transparannya beberapa hal.

Dalam organisasi ada empat daerah dimana konflik sering timbul :

1. Konflik hirarki

2. Konflik fungsional

3. Konflik lini-staf

4. Konflik formal-informal

MENGENDALIKAN KONFLIK

Konflik agar tidak mengarah ke destruksi harus bisa dikendalikan, antara lain dengan cara sebagai berikut:

1. Harus sering mengadakan musyawarah.
2. Adanya komunikasi dua arah yang enak dan luwes.
3. Memberi keadilan pada semua lini.
4. Transparan dalam semua hal.
5. Ada pedoman yang jelas.
6. Ada aturan yang jelas.
7. Semua aspirasi dianggap penting dan dikomunikasikan

KESIMPULAN

Kebiasaan selama ini dimana konflik ditempatkan dalam destructive zone perlu direformasi kedalam dinamis zone. Konflik yang bersifat positif harus dimanage secara cerdas, tepat dan profesional. Sehingga ada peningkatan performance dan dinamika organisasi. Akhirnya konflik bisa didesign sebagai "mesin" dinamika organisasi

Adanya konflik jangan dianggap sebagai suatu kemunduran tapi bisa dianggap sebagai dinamika organisasi dan juga agar organisasi tidak menjadi stagnan. Dan yang lebih penting lagi untuk belajar bersama dari adanya konflik tersebut, dengan konflik menjadikan anggota maju dalam berpikir, maju dalam wawasan, maju dalam wacana dan bisa menghargai beda pendapat. Dan yang terakhir agar organisasi bisa menjadi "hidup".

Pelaku konflik tidak dianggap sebagai musuh, pelaku konflik jangan dianggap sebagai perusak organisasi tapi harus ditempatkan sebagai motor dinamika organisasi.


)* Penyaji adalah pemerhati masalah manajemen, organisasi dan sosial. Dan merupakan pernah terlibat secara aktif di kelembagaan mahasiswa FE – UNPAK. Pengalaman organisasi penyaji sebagai berikut :

ý 2000 – 2001 : Kepala Bagian Bahasa HISADA

Koordinator Pramuka GUDEP 340-341

ý 2001 – 2002 : Ketua Umum HISADA (osis)

Ketua Ambalan Abu Bakar Sidik Gudep 340-341

ý 2003 – 2004 : Anggota Divis Kerohanian HMM FE UNPAK

Pembina HISADA

Pembina GUDEP 340-341 PP Daarul Uluum

ý 2004 – 2005 : Ketua Umum HMM FE Unpak

ý 2005 - 2006 : Ketua Umum Badan Legislatif Mahasiswa FE Unpak

ý 2003 – Sekarang : Sekretaris Direktur Pesantren Modern Daarul Uluum

ý 2005 – Sekarang : Fungsionaris Himpunan Mahasiswa Manajemen

Indonesia

ý 2006 – 2007 : Dewan Presidium Mahasiswa Universitas Pakuan

Dewan Presidium BEM Se-Bogor

ý 2006 - Sekarang : Kepala Divisi Ekonomi KNPI PK- Bogor Timur

Kepala Pengembangan Usaha PP Daarul Uluum

Dewan Pendiri dan Sekretaris Yayasan Al-Ghazaliyah



Text Box: …pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa jadi pemimpin untuk dirinya sendiri dan orang lain…