Kamis, 04 Maret 2010

Pesantren : Deradikalisasi dan Kearifan Lokal (1)

Pesantren sudah sekian lama disudutkan pada oleh pemerintah ketika beberapa kali terjadinya peledakan simbol-simbol keangkuhan dunia barat di Indonesia. Bahkan dunia internasional dalam berbagai macam pemberitaan membangun opini bahwa pesantren adalah pusat pengembangan radikalisasi yang berbasis agama.

Pandangan ini tentunya bukan hanya meresahkan kalangan pesantren, karena sebagai komunitas yang selama ini tulus dalam pengembangan masyarakat ke arah yang lebih baik, ternyata disudutkan dengan berbagai hal yang tentunya merugikan kalangan pesantren.

Sebagai salah satu pesantren tertua di Kota Bogor, Daarul Uluum harus mampu mengkampanyekan dan mensosialisasikan bahwa pesantren adalah Lembaga Pengembangan masyarakat yang tidak mengajarkan radikalisme yang mengarah pada penghancuran dan pengrusakan atas nama agama, namun pesantren memiliki tradisi dalam pengembangan kearifan lokal dan keindonesiaan.

Sikap konsisten pesantren yang mengembangkan nilai-nilai agama Islam yang memiliki visi yang lebih jauh yaitu menciptakan perdamaian antar sesama manusia dan toleran terhadap berbagai macam perbedaan, maka sikap seperti ini harus didukung oleh semua kalangan.

Radikalisme yang berbasis agama yang mengarah pada pengrusakan dan penghancuran bukanlah bagian dari ajaran agama Islam, dan bukanlah sebagai sebuah ajaran yang dikembangkan oleh pesantren.

Pesantren senantiasa mengembangkan ajaran dan nilai-nilai keislaman yang toleran dengan berbagai macam perbedaan, hal ini ditandai dengan mampunya pesantren untuk berdialog dengan berbagai kalangan, bahkan sejak santri masuk ke pesantren, mereka sudah dihadapkan pada perbedaan baik perbedaan suku, daerah asal, bahasa sehari-hari dan kebiasaan atau watak yang dimiliki santri yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa sikap toleran terhadap perbedaan sudah sejak dini dikembangkan di pesantren.

Selain komunitas pesantren sendiri yang harus menunjukkan sikap kearifan dan toleran, maka harus didukung juga oleh entitas lain yang mengkampanyekan bahwa pesantren bukanlah sebagai pusat radikalisasi atas nama agama, namun sebaliknya sebagai pusat deradikalisasi yang mengalihkan energi dan semangat perjuangan kalangan pesantren ke arah pengembangan masyarakat agar menjadi lebih manfaat bagi orang-orang di sekitarnya.

Sebuah penghargaan yang tinggi, apabila para peneliti dan penulis ikut serta dalam mengembangkan dan mensosialisasikan peran pesantren di tengah-tengah masyarakat bahwa pesantren sebagai agent of change dan mampu membantu masyarakat dalam belajar mengarungi kehidupan ke arah yang lebih baik.

Kiyai sebagai pengasuh pesantren akan senatiasa terbuka untuk diajak dialog dengan berbagai kalangan baik media, peneliti dan bahkan rezim pemerintah sekalipun.

Apabila hal ini terkoordinasi dengan baik, maka sikap sinisme pemerintah terhadap pesantren serta sikap kampanye hitam media internasional yang mengaitkan pesantren dengan radikalisme destruktif bahkan mengarah pada terorisme akan terkikis.

Tidak ada komentar: