Sabtu, 20 Maret 2010

liburan bersama hanna dan hendry

kemarin pagi, di HP ku ada panggilan masuk dari kawan lama yang asalnya dari sukabumi, setelah ku angkat dia langsung bercerita dan menanyakan kabarku yang sudah lama tak ia dengar.

aku lagi di sukabumi, adikku besok berangkat liburan ke hongkong " itulah info penting yang ingin dia sampaikan.

wah, enak yah hanna dan hendri bisa jalan-jalan ke hongkong" puji ku pada nya.

Kamu sendiri gak ikut sama mereka ..?? " tanyaku

Enggak ah, aku mah bulan depan mau umroh saja sama suami" jawabnya singkat.

hmm.. bahagia sekali keluarga itu, ketika liburan adiknya ke hongkong sedangkan kakanya liburan dengan umroh ke tanah suci, terkadang umroh sebelumnya bukan hanya ke tanah suci, biasanya dilanjutkan dengan mengunjungi negara-negara tujuan wisata lainnya seperti mesir.

setelah mendapatkan kabar seperti itu, aku langsung menyapa hann adiknya, untuk mengkonfirmasi kabar tersebut.

duh.. yang mau liburan... gak ngajak-ngahjak" candaku pada hanna.

Hah? tau dr mana..?? " jawabnya dengan nada kaget.

ada dweh yang ngabarin hehehe... mantap aey.. kapan berangkatnya na? tonk hilap oleh-oleh na.. '' pintaku pada nya.

Bsk brangkatx..heeee..olh2 cwe mah te aya...nu aya we hese d canak na..wkwk" jawab hana singkat padaku

wakaka.. muhun nya teu tiasa dicandakna hehe.. nu penting mah ena na slamet we.. sareng hendry aja? " konfirmasiku pada hanna..

Hehhe..hooh..gamar na mah te nanaon..bade atuh?wkwk..terang ti saha ye the..muni nepi ka bogor...wkwk...amin amin..smg slmet..he " dengan logat sunda nya hana menjawab

uhun gambar na mantep dweh.. ku abdi dijantenkeun tulisan 'liburan bersama hana'.. teurang ti saha nya.. kinten" ti saha hayoh? " jawabku dengan berusaha pake logat sunda.

Tisaha atuh ah..sok kitu" desak hanna pada ku

muhun atuh upami kenging widi mah.. janten cari messege fesbuk na kedah diwaler ku ena..hehe sabaraha dinten d ditu? " konfirmasku mengenai jafwanya.

Minggu, 07 Maret 2010

Pesantren : Deradikalisasi dan Kearifan Lokal (2)

Tidak ada satu pesantren pun di Indonesia yang mengajarkan faham radikalisme apalagi yang mengarah pada terorisme " itulah penegasan kuat dari Kiyai Nasrudin Latif pada saat menerima kunjungan dua peneliti yaitu Prof. Mark Woodward dari Arizona State University dan  Ali Amin, MA dari CRCS UGM

Menuduh pesantren sebagai tempat persemaian kaum teroris hanya karena alasan-alasan seperti tu sangatlah berlebihan. Faktanya adalah ide-ide radikalisme yang pendorong para teroris menjalan bebagai aksinya itu bersemai di luar pesantren. Tidak ada satu pesantren pun di Indonesia yang membenarkan aksi-aksi radikal semacam itu. Pesantren bukanlah sarang teroris" secara kuat kiyai menegaskan.

Dengan menyampaikan penegasan tersebut kepada peneliti, setidaknya kiyai dan kalangan pesantren memiliki harapan besar pada kunjungan peneliti tersebut untuk ikut serta dengan basis keilmuannya menjelaskan bahwa pesantren bukanlah tempat radikalisasi justeru sebagai tempat deradikalisasi dan pengembangan kearifan lokal.

Sampai saat ini, menurut saya pesantren selalu menjadi kambing hitam dari penyelewengan pemberitaan dari berbagai media massa yang serta merta hanya menyudutkan pesantren sebagai pusat pengembangan faham radikal. Ditambah lagi dari berbagai pernyataan akademisi yang tidak secara utuh memotret kehidupan pesantren, dan juga tidak jelas sumber rujukan yang digunakan oleh akademisi tersebut. Sehingga hanya memperkuat keinginan media dalam menyudutkan pesantren dan diamini oleh negara barat yang mencari kambing hitam atas pembenaran hegemoni yang mereka lakukan.

Padahal, sudah kita saksikan di pentas kepemimpinan nasional, banyak lulusan pesantren yang mampu mengisi berbagai kepemimpinan publik dan mampu mewarnai kehidupan kemasyarakatan di bangsa ini.

Kontribusi pesantren terhadap pengembangan masyarakat menurut saya lebih dahulu dilakukan sebelum negara ini berdiri secara de facto dan de jure, karena perjuangan para walisongo yang mengembangkan sistem pendidikan padepokan dan pengajian ternyata mampu merubah paradigma masyarakat menjadi masyarakat yang berwawasan, memiliki rasa toleransi yang tinggi dan kesantuan yang disanjung oleh bangsa manapun yang berkunjung ke bumi pertiwi ini.

kontribusi pesantren kepada bangsan dan negara telah ada sejak lama, jejaknya sejak negara yang bernama Indonesia ini belum berdiri.

Dengan eksistensinya sebagai sistem lembaga pendidikan tertua yang ada di bumi pertiwi ini, walaupun tanpa dukungan yang utuh dari pemerintah, ternyata pesantren sampai saat ini mampu bertahan sebagai lembaga pengembangan masyarakat yang senantiasa dekat di hati masyarakat.

Daarul Uluum, misalnya, sebagai salah satu pesantren tertua di Kota Bogor,  selalu mendidik para santrinya untuk memiliki kepribadian dan sikap hidup yang jelas, mandiri, namun tetap toleran dengan perbedaan dan keanekaragaman.


Pesantren : Deradikalisasi dan Kearifan Lokal (2)

Tidak ada satu pesantren pun di Indonesia yang mengajarkan faham radikalisme apalagi yang mengarah pada terorisme " itulah penegasan kuat dari Kiyai Nasrudin Latif pada saat menerima kunjungan dua peneliti yaitu Prof. Mark Woodward dari Arizona State University dan Ali Amin, MA dari CRCS UGM

Menuduh pesantren sebagai tempat persemaian kaum teroris hanya karena alasan-alasan seperti tu sangatlah berlebihan. Faktanya adalah ide-ide radikalisme yang pendorong para teroris menjalan bebagai aksinya itu bersemai di luar pesantren. Tidak ada satu pesantren pun di Indonesia yang membenarkan aksi-aksi radikal semacam itu. Pesantren bukanlah sarang teroris" secara kuat kiyai menegaskan.

Dengan menyampaikan penegasan tersebut kepada peneliti, setidaknya kiyai dan kalangan pesantren memiliki harapan besar pada kunjungan peneliti tersebut untuk ikut serta dengan basis keilmuannya menjelaskan bahwa pesantren bukanlah tempat radikalisasi justeru sebagai tempat deradikalisasi dan pengembangan kearifan lokal.

Sampai saat ini, menurut saya pesantren selalu menjadi kambing hitam dari penyelewengan pemberitaan dari berbagai media massa yang serta merta hanya menyudutkan pesantren sebagai pusat pengembangan faham radikal. Ditambah lagi dari berbagai pernyataan akademisi yang tidak secara utuh memotret kehidupan pesantren, dan juga tidak jelas sumber rujukan yang digunakan oleh akademisi tersebut. Sehingga hanya memperkuat keinginan media dalam menyudutkan pesantren dan diamini oleh negara barat yang mencari kambing hitam atas pembenaran hegemoni yang mereka lakukan.

Padahal, sudah kita saksikan di pentas kepemimpinan nasional, banyak lulusan pesantren yang mampu mengisi berbagai kepemimpinan publik dan mampu mewarnai kehidupan kemasyarakatan di bangsa ini.

Kontribusi pesantren terhadap pengembangan masyarakat menurut saya lebih dahulu dilakukan sebelum negara ini berdiri secara de facto dan de jure, karena perjuangan para walisongo yang mengembangkan sistem pendidikan padepokan dan pengajian ternyata mampu merubah paradigma masyarakat menjadi masyarakat yang berwawasan, memiliki rasa toleransi yang tinggi dan kesantuan yang disanjung oleh bangsa manapun yang berkunjung ke bumi pertiwi ini.

kontribusi pesantren kepada bangsan dan negara telah ada sejak lama, jejaknya sejak negara yang bernama Indonesia ini belum berdiri.

Dengan eksistensinya sebagai sistem lembaga pendidikan tertua yang ada di bumi pertiwi ini, walaupun tanpa dukungan yang utuh dari pemerintah, ternyata pesantren sampai saat ini mampu bertahan sebagai lembaga pengembangan masyarakat yang senantiasa dekat di hati masyarakat.

Daarul Uluum, misalnya, sebagai salah satu pesantren tertua di Kota Bogor, selalu mendidik para santrinya untuk memiliki kepribadian dan sikap hidup yang jelas, mandiri, namun tetap toleran dengan perbedaan dan keanekaragaman.


Kamis, 04 Maret 2010

Pesantren : Deradikalisasi dan Kearifan Lokal (1)

Pesantren sudah sekian lama disudutkan pada oleh pemerintah ketika beberapa kali terjadinya peledakan simbol-simbol keangkuhan dunia barat di Indonesia. Bahkan dunia internasional dalam berbagai macam pemberitaan membangun opini bahwa pesantren adalah pusat pengembangan radikalisasi yang berbasis agama.

Pandangan ini tentunya bukan hanya meresahkan kalangan pesantren, karena sebagai komunitas yang selama ini tulus dalam pengembangan masyarakat ke arah yang lebih baik, ternyata disudutkan dengan berbagai hal yang tentunya merugikan kalangan pesantren.

Sebagai salah satu pesantren tertua di Kota Bogor, Daarul Uluum harus mampu mengkampanyekan dan mensosialisasikan bahwa pesantren adalah Lembaga Pengembangan masyarakat yang tidak mengajarkan radikalisme yang mengarah pada penghancuran dan pengrusakan atas nama agama, namun pesantren memiliki tradisi dalam pengembangan kearifan lokal dan keindonesiaan.

Sikap konsisten pesantren yang mengembangkan nilai-nilai agama Islam yang memiliki visi yang lebih jauh  yaitu menciptakan perdamaian antar sesama manusia dan toleran terhadap berbagai macam perbedaan, maka sikap seperti ini harus didukung oleh semua kalangan.

Radikalisme yang berbasis agama yang mengarah pada pengrusakan dan penghancuran bukanlah bagian dari ajaran agama Islam, dan bukanlah sebagai sebuah ajaran yang dikembangkan oleh pesantren.

Pesantren senantiasa mengembangkan ajaran dan nilai-nilai keislaman yang toleran dengan berbagai macam perbedaan, hal ini ditandai dengan mampunya pesantren untuk berdialog dengan berbagai kalangan, bahkan sejak santri masuk ke pesantren, mereka sudah dihadapkan pada perbedaan baik  perbedaan suku, daerah asal, bahasa sehari-hari dan kebiasaan atau watak yang dimiliki santri yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa sikap toleran terhadap perbedaan sudah sejak dini dikembangkan di pesantren.

Selain komunitas pesantren sendiri yang harus menunjukkan sikap kearifan dan toleran, maka harus didukung juga oleh entitas lain yang mengkampanyekan bahwa pesantren bukanlah sebagai pusat radikalisasi atas nama agama, namun sebaliknya sebagai pusat deradikalisasi yang mengalihkan energi dan semangat perjuangan kalangan pesantren ke arah pengembangan masyarakat agar menjadi lebih manfaat bagi orang-orang di sekitarnya.

Sebuah penghargaan yang tinggi, apabila para peneliti dan penulis ikut serta dalam mengembangkan dan mensosialisasikan peran pesantren di tengah-tengah masyarakat bahwa pesantren sebagai agent of change dan mampu membantu masyarakat dalam belajar mengarungi kehidupan ke arah yang lebih baik.

Kiyai sebagai pengasuh pesantren akan senatiasa terbuka untuk diajak dialog dengan berbagai kalangan baik media, peneliti dan bahkan rezim pemerintah sekalipun.

Apabila hal ini terkoordinasi dengan baik, maka sikap sinisme pemerintah terhadap pesantren serta sikap kampanye hitam media internasional yang mengaitkan pesantren dengan radikalisme destruktif bahkan mengarah pada terorisme akan terkikis.

 

 

Pesantren : Deradikalisasi dan Kearifan Lokal (1)

Pesantren sudah sekian lama disudutkan pada oleh pemerintah ketika beberapa kali terjadinya peledakan simbol-simbol keangkuhan dunia barat di Indonesia. Bahkan dunia internasional dalam berbagai macam pemberitaan membangun opini bahwa pesantren adalah pusat pengembangan radikalisasi yang berbasis agama.

Pandangan ini tentunya bukan hanya meresahkan kalangan pesantren, karena sebagai komunitas yang selama ini tulus dalam pengembangan masyarakat ke arah yang lebih baik, ternyata disudutkan dengan berbagai hal yang tentunya merugikan kalangan pesantren.

Sebagai salah satu pesantren tertua di Kota Bogor, Daarul Uluum harus mampu mengkampanyekan dan mensosialisasikan bahwa pesantren adalah Lembaga Pengembangan masyarakat yang tidak mengajarkan radikalisme yang mengarah pada penghancuran dan pengrusakan atas nama agama, namun pesantren memiliki tradisi dalam pengembangan kearifan lokal dan keindonesiaan.

Sikap konsisten pesantren yang mengembangkan nilai-nilai agama Islam yang memiliki visi yang lebih jauh yaitu menciptakan perdamaian antar sesama manusia dan toleran terhadap berbagai macam perbedaan, maka sikap seperti ini harus didukung oleh semua kalangan.

Radikalisme yang berbasis agama yang mengarah pada pengrusakan dan penghancuran bukanlah bagian dari ajaran agama Islam, dan bukanlah sebagai sebuah ajaran yang dikembangkan oleh pesantren.

Pesantren senantiasa mengembangkan ajaran dan nilai-nilai keislaman yang toleran dengan berbagai macam perbedaan, hal ini ditandai dengan mampunya pesantren untuk berdialog dengan berbagai kalangan, bahkan sejak santri masuk ke pesantren, mereka sudah dihadapkan pada perbedaan baik perbedaan suku, daerah asal, bahasa sehari-hari dan kebiasaan atau watak yang dimiliki santri yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa sikap toleran terhadap perbedaan sudah sejak dini dikembangkan di pesantren.

Selain komunitas pesantren sendiri yang harus menunjukkan sikap kearifan dan toleran, maka harus didukung juga oleh entitas lain yang mengkampanyekan bahwa pesantren bukanlah sebagai pusat radikalisasi atas nama agama, namun sebaliknya sebagai pusat deradikalisasi yang mengalihkan energi dan semangat perjuangan kalangan pesantren ke arah pengembangan masyarakat agar menjadi lebih manfaat bagi orang-orang di sekitarnya.

Sebuah penghargaan yang tinggi, apabila para peneliti dan penulis ikut serta dalam mengembangkan dan mensosialisasikan peran pesantren di tengah-tengah masyarakat bahwa pesantren sebagai agent of change dan mampu membantu masyarakat dalam belajar mengarungi kehidupan ke arah yang lebih baik.

Kiyai sebagai pengasuh pesantren akan senatiasa terbuka untuk diajak dialog dengan berbagai kalangan baik media, peneliti dan bahkan rezim pemerintah sekalipun.

Apabila hal ini terkoordinasi dengan baik, maka sikap sinisme pemerintah terhadap pesantren serta sikap kampanye hitam media internasional yang mengaitkan pesantren dengan radikalisme destruktif bahkan mengarah pada terorisme akan terkikis.