Sebagaimana sudah menjadi isu nasional, dalam waktu yang tidak lama lagi, pemerintah akan mengesahkan kebijakan yang tidak populer berupa penghapusan subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak). Alasannya sama dengan yang sebelum-sebelumnya, untuk menghemat dan mengurangi defisit APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
Dengan adanya pembatasan subsidi bagi kalangan menegah keatas sebenarnya akan berdampak positif dan negative, mungkin dampak positifnya yaitu dana yang dihemat dapat dipakai atau digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas-fasilitas lainnya, maka pada dasarnya pemerintah sudah berpikir untuk mobil tahun 2005 keatas dkenakan pembatasan subsidi BBM (survey dari Uiversitas Indonesia). Sedangkan dampak negatifnya yaitu dengan adanya penghematan subsidi BBM untuk kalangan menegah keatas maka akan mengakibatkan BBM menjadi mahal, hal ini tentu akan berdampak bagi BBM itu sendiri khususnya pertamina, mungkin akan membuat para konsumen beralih ke BBM yang lain seperti Petronas maupun Shell oleh karena itu pemerintah perlu mengkaji kebijakan yang tepat sehingga tidak akan terjadi kesalahan dan akan merugikan BUMN itu sendiri.
PembahasanDengan adanya pembatasan subsidi bagi kalangan menegah keatas sebenarnya akan berdampak positif dan negative, mungkin dampak positifnya yaitu dana yang dihemat dapat dipakai atau digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas-fasilitas lainnya, maka pada dasarnya pemerintah sudah berpikir untuk mobil tahun 2005 keatas dkenakan pembatasan subsidi BBM (survey dari Uiversitas Indonesia). Sedangkan dampak negatifnya yaitu dengan adanya penghematan subsidi BBM untuk kalangan menegah keatas maka akan mengakibatkan BBM menjadi mahal, hal ini tentu akan berdampak bagi BBM itu sendiri khususnya pertamina, mungkin akan membuat para konsumen beralih ke BBM yang lain seperti Petronas maupun Shell oleh karena itu pemerintah perlu mengkaji kebijakan yang tepat sehingga tidak akan terjadi kesalahan dan akan merugikan BUMN itu sendiri.
Pemerintah menyiapkan anggaran Rp 88,90 triliun tahun ini dari proyeksi APBNP 2010. Namun Anggaran subsidi BBM tersebut terancam bakal melambung hingga Rp 100 triliun jika pemerintah tak segera menerbitkan kebijakan pengetatan subsidi BBM.
Pemerintah terus berupaya mengetatkan sasaran subsidi BBM, agar struktur subsidi BBM di APBN tak membengkak terus. Karena, selama ini berdasarkan penelitian, kendaraan pribadi ber¬upa mobil dan motorlah yang pal¬ing banyak menyedot perse¬diaan premium bersubsidi, nyaris 90 per¬sen jumlahnya.
Dari 90 persen persediaan pre¬mium bersubsidi, lebih dari se¬te¬ngahnya disedot oleh pengguna mo¬bil. Sisanya seperempat per¬se¬diaan premium bersubsidi di¬gunakan untuk memenuhi ke¬bu-tuhan pengguna sepeda motor yang jumlahnya mencapai sekitar 40 juta unit.
Oleh karena hal tersebut, Kuota BBM bersubsidi yang dipatok dalam APBN Tambahan 2010 semakin tipis menyusul tingkat konsumsi masyarakat yang terus meningkat seiring dengan aktivitas perekonomian yang tinggi. Diperkirakan kuota BBM bersubsidi tak akan bisa menutup kebutuhan masyarakat hingga akhir tahun ini. PT Pertamina (Persero) memperkirakan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 2010 akan mencapai 38,379 juta kiloliter. Hal ini melebihi total kuota yang dipatok 36,5 juta kiloliter. Perkiraan konsumsi itu terdiri dari atas premium 23,129 juta kiloliter, minyak tanah 2,389 juta kiloliter, dan solar 12,859 juta kiloliter.
Pemerintah menyiapkan dua opsi untuk menghemat konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Opsi pertama, semua kendaraan roda empat pelat hitam menggunakan BBM nonsubsidi. Opsi kedua, melarang mobil produksi 2005 ke atas menggunakan BBM nonsubsidi. opsi pertama diperkirakan bakal menghasilkan penghematan BBM bersubsidi sekitar 14 juta kiloliter. Jumlah itu lebih besar ketimbang yang dihasilkan dari opsi kedua yang hanya menghemat BBM bersubsidi sekitar 9 juta kiloliter.
Bagi Pemerintah, pilihan pembatasan konsumsi BBM subsidi bagi kendaraan tahun 2005 ke atas adalah pilihan yang masuk akal. Ini mengingat pertumbuhan pengguna kendaraan pribadi tahun 2005 ke atas semakin bertambah dari tahun ke tahun. Setiap tahun penjualan mobil meningkat rata-rata 30%, sedangkan motor sekitar 20%. Membaiknya ekonomi yang tidak disertai perbaikan sistem transportasi membuat masyarakat tetap memburu kendaraan pribadi untuk menunjang mobilitasnya. Pada semester I 2010, penjualan mobil di Indonesia mencapai 370 ribu unit atau naik 75%, sementara penjualan motor mencapai 3,6 juta unit atau naik 41% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Keputusan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi bagi pengguna kendaraan bermotor secara proyeksi anggaran diharapkan mampu menghemat anggaran subsidi. Karena pembatasan subsidi BBM secara bertahap yang di¬lakukan pemerintah diharapkan dapat mendongkrak APBN.
Selain itu, sangat tidak etis kalau kendaraan pribadi roda empat masih disubsidi. Mereka itu lebih rakus dalam mengkonsumsi BBM. Berdasarkan hitung-hitungan YLKI, jika di-asumsikan rata-rata para pe¬ngendara mobil mengkonsumsi premium 10 liter per hari, maka me-reka sudah menikmati subsidi per bulannya sebesar Rp 1 juta. Padahal dari sisi kemampuan ekonomi, para pemilik kendaraan roda empat masuk dalam kategori golongan mampu.
Hal ini dapat dicontohkan seperti di beberapa daerah, di Jember misalnya dari data yang dihimpun bahwa pengguna sepeda motor berjumlah 310 ribu kendaraan, pengguna mobil pribadi 30 ribu kendaraan, pengguna pick up dan truk 12 ribu kendaraan. Adapun jumlah penduduk sekitar 2.600.000 Jiwa dan diasumsikan berjumlah 600 Ribu KK. Dari perkiraan tersebut, apabila hanya 30 ribu kendaraan mobil pribadi, maka hanya 5 % dari penduduk Jember menggunakan mobil Pribadi dan 95 persen menggunakan kendaraan motor. Apabila dibatas penggunaan BBM bagi mobil pribadi maka 95 % masyarakat Jember masih tetap menikmati BBM Bersubsidi.
Keputusan untuk melarang mobil produksi tahun 2005 ke atas menggunakan BBM jenis premium diperkirakan bisa menghemat anggaran subsidi BBM sekitar Rp 10,6 triliun.
Namun demikian ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah agar kebijakan ini sesuai dengan rencana dan tepat sasaran.
Pertama, Persiapan yang tak jelas dan sosialisasi yang masih minim dari pemerintah. Apabila diterapkan dalam waktu dekat, mayoritas SPBU di daerah belum siap melaksanakan kebijakan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang rencananya diterapkan mulai 1 Januari 2011. Ketidaksiapan itu disebabkan banyak SPBU di daerah yang hingga kini belum mendapat jatah BBM nonsubsidi jenis pertamax, di samping infrastruktur di SPBU yang kurang lengkap. Hiswana Migas sendiri mengungkapkan, bahwa hanya sekitar 35% SPBU yang sudah siap melaksanakan pembatasan BBM. SPBU yang belum siap adalah SPBU yang selama ini belum mendapat pertamax, sehingga belum mempunyai tangki dan dispenser yang dibutuhkan untuk pembatasan BBM subsidi. Kemudian Dari sisi modal mereka juga belum siap.
Kedua, hal yang cukup memprihatinkan yaitu dengan adanya kasus penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Untuk itu, aparat terkait harus meningkatkan pengawasan guna mencegah penjualan BBM bersubsidi secara ilegal. Karena apabila tidak dipersiapkan tindakan yang jelas kebijakan ini malah akan menimbulkan masalah baru melalui penggelapan penjualan BBM bersubsidi ini.
Ketiga, mengenai diuntungkannya SPBU milik asing yang penjualannya akan meningkat dan merugikan pengusaha perminyakan domestik. Sebab, masyarakat akan ‘mampir’ juga ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) asing yang selama ini sepi peminat. Bila kebijakan pembatasan tetap akan dilakukan, pemerintah juga harus segera membuat aturan khusus untuk mengatur perusahaan-perusahaan asing yang sudah mulai masuk ke bisnis ritel BBM. Paling tidak Peraturan Menteri (Permen), seharusnya akan lebih kuat kalau diatur dalam Perarturan Pemerintah (PP) hilir. Oleh karena itu, emerintah harus mengatur harga BBM non subsidi dan pemerintah sebaiknya memiliki batasan range harga jual BBM non subsidi tersebut dan pemerintah diperbolehkan intervensi pada kondisi-kondisi tertentu. Selain itu, pemerintah juga seharusnya mulai mengarahkan agar perusahaan asing yang masuk ke bisnis ritel BBM melakukan ekspansi ke luar Jawa dan harus dikenakan kewajiban mempunyai stok seperti halnya Pertamina untuk menjamin pasokan BBM domestik.
PenutupPemerintah terus berupaya mengetatkan sasaran subsidi BBM, agar struktur subsidi BBM di APBN tak membengkak terus. Karena, selama ini berdasarkan penelitian, kendaraan pribadi ber¬upa mobil dan motorlah yang pal¬ing banyak menyedot perse¬diaan premium bersubsidi, nyaris 90 per¬sen jumlahnya.
Dari 90 persen persediaan pre¬mium bersubsidi, lebih dari se¬te¬ngahnya disedot oleh pengguna mo¬bil. Sisanya seperempat per¬se¬diaan premium bersubsidi di¬gunakan untuk memenuhi ke¬bu-tuhan pengguna sepeda motor yang jumlahnya mencapai sekitar 40 juta unit.
Oleh karena hal tersebut, Kuota BBM bersubsidi yang dipatok dalam APBN Tambahan 2010 semakin tipis menyusul tingkat konsumsi masyarakat yang terus meningkat seiring dengan aktivitas perekonomian yang tinggi. Diperkirakan kuota BBM bersubsidi tak akan bisa menutup kebutuhan masyarakat hingga akhir tahun ini. PT Pertamina (Persero) memperkirakan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 2010 akan mencapai 38,379 juta kiloliter. Hal ini melebihi total kuota yang dipatok 36,5 juta kiloliter. Perkiraan konsumsi itu terdiri dari atas premium 23,129 juta kiloliter, minyak tanah 2,389 juta kiloliter, dan solar 12,859 juta kiloliter.
Pemerintah menyiapkan dua opsi untuk menghemat konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Opsi pertama, semua kendaraan roda empat pelat hitam menggunakan BBM nonsubsidi. Opsi kedua, melarang mobil produksi 2005 ke atas menggunakan BBM nonsubsidi. opsi pertama diperkirakan bakal menghasilkan penghematan BBM bersubsidi sekitar 14 juta kiloliter. Jumlah itu lebih besar ketimbang yang dihasilkan dari opsi kedua yang hanya menghemat BBM bersubsidi sekitar 9 juta kiloliter.
Bagi Pemerintah, pilihan pembatasan konsumsi BBM subsidi bagi kendaraan tahun 2005 ke atas adalah pilihan yang masuk akal. Ini mengingat pertumbuhan pengguna kendaraan pribadi tahun 2005 ke atas semakin bertambah dari tahun ke tahun. Setiap tahun penjualan mobil meningkat rata-rata 30%, sedangkan motor sekitar 20%. Membaiknya ekonomi yang tidak disertai perbaikan sistem transportasi membuat masyarakat tetap memburu kendaraan pribadi untuk menunjang mobilitasnya. Pada semester I 2010, penjualan mobil di Indonesia mencapai 370 ribu unit atau naik 75%, sementara penjualan motor mencapai 3,6 juta unit atau naik 41% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Keputusan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi bagi pengguna kendaraan bermotor secara proyeksi anggaran diharapkan mampu menghemat anggaran subsidi. Karena pembatasan subsidi BBM secara bertahap yang di¬lakukan pemerintah diharapkan dapat mendongkrak APBN.
Selain itu, sangat tidak etis kalau kendaraan pribadi roda empat masih disubsidi. Mereka itu lebih rakus dalam mengkonsumsi BBM. Berdasarkan hitung-hitungan YLKI, jika di-asumsikan rata-rata para pe¬ngendara mobil mengkonsumsi premium 10 liter per hari, maka me-reka sudah menikmati subsidi per bulannya sebesar Rp 1 juta. Padahal dari sisi kemampuan ekonomi, para pemilik kendaraan roda empat masuk dalam kategori golongan mampu.
Hal ini dapat dicontohkan seperti di beberapa daerah, di Jember misalnya dari data yang dihimpun bahwa pengguna sepeda motor berjumlah 310 ribu kendaraan, pengguna mobil pribadi 30 ribu kendaraan, pengguna pick up dan truk 12 ribu kendaraan. Adapun jumlah penduduk sekitar 2.600.000 Jiwa dan diasumsikan berjumlah 600 Ribu KK. Dari perkiraan tersebut, apabila hanya 30 ribu kendaraan mobil pribadi, maka hanya 5 % dari penduduk Jember menggunakan mobil Pribadi dan 95 persen menggunakan kendaraan motor. Apabila dibatas penggunaan BBM bagi mobil pribadi maka 95 % masyarakat Jember masih tetap menikmati BBM Bersubsidi.
Keputusan untuk melarang mobil produksi tahun 2005 ke atas menggunakan BBM jenis premium diperkirakan bisa menghemat anggaran subsidi BBM sekitar Rp 10,6 triliun.
Namun demikian ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah agar kebijakan ini sesuai dengan rencana dan tepat sasaran.
Pertama, Persiapan yang tak jelas dan sosialisasi yang masih minim dari pemerintah. Apabila diterapkan dalam waktu dekat, mayoritas SPBU di daerah belum siap melaksanakan kebijakan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang rencananya diterapkan mulai 1 Januari 2011. Ketidaksiapan itu disebabkan banyak SPBU di daerah yang hingga kini belum mendapat jatah BBM nonsubsidi jenis pertamax, di samping infrastruktur di SPBU yang kurang lengkap. Hiswana Migas sendiri mengungkapkan, bahwa hanya sekitar 35% SPBU yang sudah siap melaksanakan pembatasan BBM. SPBU yang belum siap adalah SPBU yang selama ini belum mendapat pertamax, sehingga belum mempunyai tangki dan dispenser yang dibutuhkan untuk pembatasan BBM subsidi. Kemudian Dari sisi modal mereka juga belum siap.
Kedua, hal yang cukup memprihatinkan yaitu dengan adanya kasus penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Untuk itu, aparat terkait harus meningkatkan pengawasan guna mencegah penjualan BBM bersubsidi secara ilegal. Karena apabila tidak dipersiapkan tindakan yang jelas kebijakan ini malah akan menimbulkan masalah baru melalui penggelapan penjualan BBM bersubsidi ini.
Ketiga, mengenai diuntungkannya SPBU milik asing yang penjualannya akan meningkat dan merugikan pengusaha perminyakan domestik. Sebab, masyarakat akan ‘mampir’ juga ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) asing yang selama ini sepi peminat. Bila kebijakan pembatasan tetap akan dilakukan, pemerintah juga harus segera membuat aturan khusus untuk mengatur perusahaan-perusahaan asing yang sudah mulai masuk ke bisnis ritel BBM. Paling tidak Peraturan Menteri (Permen), seharusnya akan lebih kuat kalau diatur dalam Perarturan Pemerintah (PP) hilir. Oleh karena itu, emerintah harus mengatur harga BBM non subsidi dan pemerintah sebaiknya memiliki batasan range harga jual BBM non subsidi tersebut dan pemerintah diperbolehkan intervensi pada kondisi-kondisi tertentu. Selain itu, pemerintah juga seharusnya mulai mengarahkan agar perusahaan asing yang masuk ke bisnis ritel BBM melakukan ekspansi ke luar Jawa dan harus dikenakan kewajiban mempunyai stok seperti halnya Pertamina untuk menjamin pasokan BBM domestik.
Segala upaya pemerintah dalam melakukan penghematan anggaran melalui pembatasan BBM tentunya harus dengan analisis dan pertimbangan yang matang sebelum dikembangkan menjadi kebijakan dan diaplikasikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, segala bentuk antisipasi agar hal-hal kekhawatiran yang diungkapkan sebelumnya dapat diatasi dan kebijakan ini diterima oleh masyarakat luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar